Jika kita berkaca pada paradigma pendidikan di Indonesia saat ini, akan kita temukan banyak sekali lembaga-lembaga pendidikan yang berusaha mencari input bagi lembaga mereka, akan tetapi banyak pula diantaranya yang tidak memperhatikan bagaimana output yang dihasilkan, apakah memenuhi kebutuhan masyarakat? Apakah sesuai dengan bidang studi mereka? Apakah sesuai dengan tingkatan keahlian mereka?. Semua pertanyaan-pertanyaan tersebut seakan-akan hanya menjadi hiasan diruang kerja, hanya sedikit diantaranya yang dapat diangkat dan menjadi prosentase tujuan akhir dari proses belajar mngajar lembaga tersebut.
Sedangkan pada umumnya sementara orang berangapan bahwa bila memperbincangkan dunia pendidikan maka orientasinya akan tertuju pada dunia sekolah dan menghubungkan guru dengan murid. Sementara itu mereka kurang menyadari sebelum seseorang menjadi murid pada suatu lembaga pendidikan, anak-anak tersebut telah memperoleh pendidikan yang diberikan oleh keluarganya terutama oleh ayah dan ibunya.
Lain daripada itu, jika kita kaitkan dengan tripusat pendidikan yang antara lain adalah keluarga, sekolah dan lingkungan, maka semua bidang tersebut akan saling berkaitan baik sekolah, keluarga, ataupun lingkungan. Sehingga dengan tidak kita sadari dimulai dari keluarga kita mendapatkan pendidikan lalu ketika kita berada di tengah-tengan lingkungan sekitar, kita juga akan mendapatkan pendidikan, maka arti pendidikan disini tidak selamanya terpaut pada sekolah saja. Akan tetapi juga berorietasi pada masyarakat dan keluarga.
Terlepas dari itu semua, Dunia pendidikan menjadi gempar sejak tahun 1970 di mana UNESCO menamakan tahun tersebut sebagai Tahun Pendidikan Internasional (Internasional Education Year) dan mengenalkan asas baru dalam dunia pendidikan seumur hidup ( Life Long Education ). Konsep UNESCO dengan Life Long Education-nya ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siapa saja untuk menikmati pendidikan baik vertikal maupun horizontal. Dewasa ini kita dihadapkan pada masalah di mana suatu lulusan lembaga pendidikan formal belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Atas dasar itu disatu pihak selalu kekurangan tenaga terampil, dipihak lain jumlah lulusan bertumpuk dan jumlah jumlah pengnguran tiap tahun bertambah.
Oleh karena itu perlu kiranya kita bahas terlebih dahulu mengenai apa itu pendidikan sepanjang hayat dan kemudian apa korelasinya dengan pendidikan luar sekolah?
PEMBAHASAN
Pendidikan luar sekolah (Out of School Education) adalah pendidikan yang dirancang untuk membelajarkan warga belajar agar mempunyai jenis keterampilan dan atau pengetahuan serta pengalaman yang dilaksanakan di luar jalur pendidikan formal (persekolahan).
Dari pengertian PSH sebelumnya, bahwa manusia memiliki sifat kodrati, yaitu di mana seseorang semenjak dilahirkan kedunia, mereka mendapatkan asuhan dan bimbingan dari orang tua mereka. Hal tersebut sedah menjadi suatu keharusan dan kewajiban bagi mereka (orang tua) untuk membimbing dan memberikan pendidikan dalam masa-masa perkembangannya. Sehingga proses pendidikan terjadi dalam lingkup yang paling sedarhana (keluarga) akan tetapi menjadi dasar dari perkembangannya dikemudian hari.
Ketetapan MPR No. IV/1978 menyatakan “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antar keluarga, masyarakat dan pemerintah”.
Karakteristik pendidikan luar sekolah
- Pendidikan Luar Sekolah sebagai Subtitute dari pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dapat menggantikan pendidikan jalur sekolah yang karena beberapa hal masyarakat tidak dapat mengikuti pendidikan di jalur persekolahan (formal). Missalnya: Kejar Paket A, B dan C.
- Pendidikan Luar Sekolah sebagai Supplement pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan sekolah. Seperti: private, les, training .
- Pendidikan Luar Sekolah sebagai Complement dari pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk melengkapi pengetahuan dan keterampilan yang kurang atau tidak dapat diperoleh didalam pendidikan sekolah. Contohnya: Kursus, try out, pelatihan dll.
Ciri- Ciri Pendidikan Seumur Hidup
Menurut Drs. Suklani dalam bukunya Dasar-dasar Kependidikan, ada beberapa ciri-ciri Pendidikan Seumur Hidup, diantaranya adalah sebagai berikut:
Keterpaduan Vertikal
Konsep perpaduan vertical mengandung arti bahwa pendidikan tidaklah berakhir atau berhenti setelah pendidikan di sekolah usai. Pendidikan terus berlangsung setelah pendidikan di sekolah tamat, dengan kata lain pendidikan terus berlangsung sampai seseorang menemui ajalnya. Perpanjangan pendidikan itu tidaklah berarti masa pendidikan sekolah diperpanjang sampai mati, tetapi pendidikan haruslah menjadi tangga atau jalan uantuk mampu belajar terus setiap waktu dalam hidup seseorang sesuai denagn kebutuhannya setelah seseorang tamat sekolah. Dengan kata lain, pendidikan seumur hidup mencakup keseluruhan masa pendidikan sejak lahir hingga mati, yang terdiri atas masa pendidikan sebelum, selama, dan setelah sekolah.
Keterpaduan Horizontal
Makna lain dari perpaduan horizontal ini ialah bahwa pendidikan seumur hidup mencakup pendidikan umum dan pendidikan professional, Yng saling melengkapi atau saling menunjang. Pendidikan seumur hidup menghendaki agar pendidikan tidak hanya mengembangkan efesiensi kerja secara professional, tetapi juga mengembangkan aspek-aspek kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat, warga negara dan sesama umat. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya tertuju kepada pengembangan seseorang untuk mampu melaksanakan peranan-peranannya sebagai pekerja belaka, tetapi lebih dari itu yaitu mampu melaksanakan peranan-peranan sebagai anggota dalam keseluruhan kehidupan manusia.
Keterpaduan Ekologis
Makna lain dari keterpaduan ekologis ialah bahwa lembaga pendidikan seperti sekolah, perguruan tinggi dan pusat – pusat latihan merupakan tempat belajar yang penting, tetapi hanya sebagai salah satu saja dari lembaga – lembaga formal tidaklah memonopoli dalam penyelenggaraan pendidikan, dan harus tidak terpisahkan dari lembaga – lembaga pendidikan lain yang terdapat dalam masyarakat. Dengan demikian perlu adanya kerjasama antara pendiidikan formal, pendidikan non formal dan pendidikan informal.
Keragaman dan Kelugasan dalam Pendidikan
Konsep pendidikan seumur hidup menghendaki keragaman dan kelugasan dalam program dan kegiatan pendidikan. Pendidikan tidak bersifat satu jalur pengalaman belajar ( monopolitik ), tetapi berbagai pengalaman belajarnya diseleraskan kepada kesempatan dan minat seseorang. Program dan kegiatan pendidikan hendaknya disesuaikan kepada kebutuhan dan kondisi seseorang berbeda – beda. Kegiatan belajar hendaknya mengarah kepada kegiatan belajar sendiri dan pembinaan sendiri.
Pendidikan seumur hidup menghendaki agar pendidikan berfungsi adaftif sekaligus. Pendidikan hendaknya memungkinkan seseorang untuk mampu menyesuaikan dirinya kepada perubahan – perubahan social, ekonomi, industri, dan ekologis. Penyesuaian diri pribadi terhadap kekuatan – kekuatan dari luar tersebut merupakan penyesuaian kehidupan diri pribadi seseorang. Oleh karena itu pendidikan harus tertuju kepada perwujudan kemampuan diri, penyempurnaan diri, dan pengembangan kepribadian sepenuhnya. Untuk mencapai tujuan tersebut membutuhkan keturut sertaan seseorang secara inovatif dan kreatif dalam meningkatkan pertumbuhan budaya, professional dan pribadi. Gagasan pendidikan seumur hidup bagi masyarakat dan dunia modern lebih menekankan kepada fungsi pendidikan yang bersifat pembaharuan ( inovatif ) dari pada fungsi adatif atau penyesuaian.
Muhammad Munir Mursa mengatakan bahwa pendidikan islam tidak terbatas pada suatu periode atau jenjang tertentu, tetapi berlangsung sepanjang hayat. Ia merupakan pendidikan dari buaian hingga liang lahat, selalu memperbarui diri, serta terus-menerus mengembangkan kepribadian dan memperkaya kemanusiaan. Dengan kata lain, ia senantiasa membimbing manusia untuk maju.
Dalam GBHN termaktub: “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan ialah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah”. Berarti setiap insan Indonesia dituntut selalu berkembang sepanjang hidupnya. Sementara itu masyarakat dan pemerintah harus menciptakan suasana untuk selalu belajar. Sebab masa sekolah (formal) bukanlah masa “satu-satunya”, tetapi hanya sebagian dari waktu belajar yang berlangsung sepanjang hidup.
Dalam GBHN termaktub: “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan ialah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah”. Berarti setiap insan Indonesia dituntut selalu berkembang sepanjang hidupnya. Sementara itu masyarakat dan pemerintah harus menciptakan suasana untuk selalu belajar. Sebab masa sekolah (formal) bukanlah masa “satu-satunya”, tetapi hanya sebagian dari waktu belajar yang berlangsung sepanjang hidup.
Dasar Pemikiran Pendidikan Sepanjang Hayat
Drs. H Fuad Ihsan dalam buku Dasar-dasar Kependidikan, menulis beberapa dasar pemikiran ditinjau dari beberapa aspek tentang urgensi pendidikan seumur hidup, antara lain:
Aspek Ideologis
Semua manusia dilahirkan sama dan mempunayi hak yang sama, khususnya hak untuk memperoleh pendidikan dan meningkatkan pengeahuannya serta keterampilannya. Pendidikan seumur hidup memberi peluang besar bagi setiap individu mengembangkan potensinya dalam kehidupannya. Disebutkan dalam UUD 45 bahwa setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, meningkatkan pengetahuan dan menambah keterampilannya. Pendidikan seumur hidup akan membuka jalan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi diri sesuai dengan kebutuhan hidupnya.
Aspek Ekonomis
Pendidikan merupakan cara yang paling efektif untuk dapat keluar dari “Lingkungan Setan Kemelaratan” akibat kebodohan. Pendidikan seumur hidup akan memberi peluang bagi seseorang untuk meningkatkan produktivitas, memelihara dan mengembangkan sumber-sumber yang dimilikinya, hidup di lingkungan yang menyenangkan, sehat, dan memiliki motivasi dalam mendidik anak-anak secara tepat sehingga pendidikan keluarga menjadi penting.
Aspek Sosiologis
Di negara berkembang banyak orangtua yang kurang menyadari pentingnya pendidikan sekolah bagi anak-anaknya, ada yang putus sekolah bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali. Pendidikan seumur hidup bagi orang tua merupakan problem solving terhadap fenomena tersebut.
Aspek Politis
Pendidikan kewarganegaraan perlu diberikan kepada seluruh rakyat untuk memahami fungsi pemerintah, DPR, MPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya. Tugas pendidikan seumur hidup menjadikan seluruh rakyat menyadari pentingnya hak-hak pada negara demokrasi.
Aspek Teknologis
Pendidikan seumur hidup sebagai alternatif bagi para sarjana, teknisi dan pemimpin di negara berkembang untuk memperbaharui pengetahuan dan keterampilan seperti dilakukan negara-negara maju. Aspek psikologis dan pedagogis, sejalan dengan makin luas, dalam dan kompleknya ilmu pengetahuan, tidak mungkin lagi dapat diajarkan seluruhnya di sekolah. Tugas pendidikan sekolah hanya mengajarkan kepada peserta didik tentang metode belajar, menanamkan motivasi yang kuat untuk terus-menerus belajar sepanjang hidup, memberikan keterampilan secara cepat dan mengembangkan daya adaptasi. Untuk menerapkan pendidikan seumur hidup perlu diciptakan suasana yang kondusif.
Aspek Psikologi dan Paedagogis
Tidak ayal lagi bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh besar terhadap besar terhadap pendidikan khususnya konsep dan teknik penyampaiannya. Oleh karena perkembangan ilmu dan teknologi makin luas dan kompleks maka tidak mungkin segalanya itu dapat diajarkan kepada anak di sekolah.
Maka dewasa ini tugas pendidikan formal yang utama ialah bagaimana mengajarkan cara belajar, menanamkan motivasi yang kuat kepada anak untuk belajar terus sepanjang hayatnya, memberi keterampilan untuk secara lincah menyesuaikan diri kepada lingkungan masyarakat yang dengan cepatnya berubah-ubah. Untuk itu semua perlu diciptakan kondisi yang merupakan pengetrapan life Long Education.
Hubungan Antara Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan diadakan untuk dapat memecahkan masalah. Peserta didik diproses dalam pendidikan persekolahan melalui sentuhan guru untuk dapat memecahkan problem hidup dan kehidupan. Dengan kebutuhan yang beragam, kompleks dan semakin sulit, maka pemenuhan kebutuhan peserta didik menuntut kompetensi memerlukan kecakapan hidup ( Life Skill ).
Sebagai mana penjelasan sebelumnya, bahwa pendidikan merupakan fitrah manusia, di mana sejak lahir hingga menjelang hayatnya akan terus menerus mendaapatkan pendidikan. Sehingga secara tidak langsung dalam kehidupan manusia mengalir unsure-unsur pendidikan.
Oleh karena itu sebagai mentuk penyajian pendidikan kita kenal dengan istilah jenjang, jenis dan jalur pendidikan. Yang mana dari ketiga hal tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh kita sebut dengan jalur formal, non-formal dan in-formal. Dari ketiga hal tersebut daling mengisi dan menutupi kekurangan antara satu dan yang lainnya.
PLS yang merupakan aplikasi dari pendidikan non-formal dan in-formal tidak bisa dengan begitu begitu saja berdiri tanpa ada keterkaitan dengan pendidikan formal. Begitu halnya pendidikan formal tidak akan berjalan dengan sendirinya tanpa ada katerkaitan dengan dua jalur pendidikan diatas. Sehingga jika kita hubungkan dengan PSH akan membentuk suatu garis penghubung antara PLS dan PSH itu sendiri.
Jika kita perhatikan bagan di atas sengaja tidak kami jelaskan mengenai bagaimana PLS memiliki ketentuan sebagai proses layaknya pendidikan formil, maka penjelasan selanjutnya hanya mengenai PLS yang ditinjau dari segi berlangsungnya yaitu PLS hanya sebagai sub-sistem dalam pendidikan.
Oleh karena itu kedudukan PSH berada diatas PLS, sebab secara system ataupun prakteknya PSH merupakan konsep fitrah manusia sedangkan PLS hanya merupakan sarana pendidikan yang berlangsung di luar jalur pendidikan sekolah. Terlepas dari itu semua PLS tersebut dalam hubungannya dengan PSH sebagai implikasi mengenai proses pendidikan seumur hidup.
Jika kita perhatikan bagan di atas sengaja tidak kami jelaskan mengenai bagaimana PLS memiliki ketentuan sebagai proses layaknya pendidikan formil, maka penjelasan selanjutnya hanya mengenai PLS yang ditinjau dari segi berlangsungnya yaitu PLS hanya sebagai sub-sistem dalam pendidikan.
Oleh karena itu kedudukan PSH berada diatas PLS, sebab secara system ataupun prakteknya PSH merupakan konsep fitrah manusia sedangkan PLS hanya merupakan sarana pendidikan yang berlangsung di luar jalur pendidikan sekolah. Terlepas dari itu semua PLS tersebut dalam hubungannya dengan PSH sebagai implikasi mengenai proses pendidikan seumur hidup.
Penutup
Pendidikan seumur hidup adalah sebuah system konsep-konsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajar mengajar yan berlangsung dalam kehidupan manusia, yang mana ilmu dalam kehidupan manusia terus berkembang secara pesat dan tak akan habis untuk dikaji oleh umat manusia.
Dengan begitu, maka penetapan cara berfikir menurut asas pendidikan sepanjang hayat tersebut akan mengubah pandangan kita tentang status dan fungsi sekolah, dimana tugas utama pendidikan sekolah adalah mengajar anak didik bagaimana cara belajar
Dengan begitu, maka penetapan cara berfikir menurut asas pendidikan sepanjang hayat tersebut akan mengubah pandangan kita tentang status dan fungsi sekolah, dimana tugas utama pendidikan sekolah adalah mengajar anak didik bagaimana cara belajar
Daftar Pustaka
Ahmadi, H. Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2003
Basuki, MA dan Dr. Miftahul Ulum, MA. 2007. Pengantar Pendidikan Islam. STAIN PoRess.
Indrakusuma, Amir Daien. Ilmu Pendidikan. Malang: Usaha Offset Printing Surabaya.
TH, Muhammad. 1984. Kedudukan Ilmu Dalam Islam. Surabaya : Al-Ikhlas.
Aly, Noer Hery. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Cetakan Pertama. Jakarta: Logos.
Suklani, Dasar-dasar Kependidikan, ( Cirebon: Fak. Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati, 1995 ).
Soelaiman Joesoef, dan Slamet Santoso. 1981. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya, C.V. Usaha Nasional
Undang-undang Dasar RI 1945, Bab XIII, Pendidikan dan Kebudayaan, Pasal 31