Kurikulum dalam Perspektif Pendidikan Islam

akarbunga.my.id - Dalam pendidikan Islam terdapat suatu sistem yang menentukan generasi-generasi yang akan meneruskan sepak terjang umat Islam yang akan datang. Sistem tersebut merupakan salah satu komponen terpenting dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam sebab komponen tersebut berjalan seiring tujuan yang akan dijapai dalam pelaksanaan pendidikan. Yaitu kurikulum yang menjadi salah satu penentu keberhasilan pendidikan dan terlepas dari itu kurikulum merupakan sistem yang mengantisipasi kebutuhan masyarakat yang berorientasi pada masa depan.
    Melihat fenomena tersebut, di mana kurikulum sejalan dengan tujuan pendidikan bahkan sebagai aplikasi dari tujuan pendidikan itu sendiri. Sehingga kemana arah dan tujuan pendidikan melaju maka kurikulkum akan mengikuti dan menyelaraskan tujuan tersebut dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan masyarakat dan menjadi penyeimbang diantara dunia pendidikan islam dengan masyarakat. Adapun hal tersebut dikarenakan tujuan pendidikan haruslah menyesuaikan dengan kebutuhan dan tentunya merujuk pada budaya dan latar belakang suatu Negara dimana pendidiakn itu berada, karena tujuan pendidikan tidak bisa lepas dari pola hidup dan budaya negara tersebut baik secara teoritis maupun praktis.
    Adapun keberadaan kurikulum dalam perspektif pendidikan islam memiliki bebarapa kandungan yang sangat urgen, sehingga perlu dikaji dan dikembangkan baik secara teoritis maupun praktis. Akan tetapi sebelum membahas mengenai kurikulum tersebut alangkah baiknya kita mengupas terlebih dahulu makna kurikulum secara epistemology maupun pengertiannya dalam pendidikan Islam juga mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan perspektif kurikulum dalam perspektif Pendidikan Islam.
    Kurikulum dikenal pertama kali dalam dunia olah raga pada tahun 1856, yakni suatu alat yang membawa seseorang dari “star” sampai “finis”. Namun dalam perkembangannya kurikulum dipergunakan oleh praktisi pendidikan dalam bidang pendidikan kira-kira tahun 1955 yang ketika itu berarti sejumlah mata pelajaran di sekolah aatu mata kuliah di perguruan tinggi yang ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau pengakuan. Juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan.
Adapun kurikulum di Indonesia baru dikenal kira-kira tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh praktisi pendidikan yang mendapat pendidikan dari Amerika Serikat. Sebelumnya penggunaan istilah tersebut lazim mengunakan istilah “rencana pendidikan”.
    Berkat hasil pemikiran yang banyak dicetuskan oleh praktisi-praktisi pendidikan mengenai kurikulum, maka pengertian kurikulum itu sendiri ikut mengalami perkembangan, sehingga dapat meliputi hal-hal yang tidak direncanakan, namun turut mengubah kelakuan anak didik.


Pengertian kurikulum
    Secara epistemologi kurikulum dalam pendidikan dikenal dengan rencana pembelajaran. Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai peganagan guna mencapai tujuan pendidikan, atau sebagai suatu rencana yang memberikan pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-mengajar. Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea, suatu cita-cita tentang manusia atau warga Negara yan dibentuk.
    Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang, yaitu sebagai “…a racecourse of subject matters to be mastered” (Robert S. Zais, 1976, hlm. 7). Banyak orang tua dan bahkan para guru yang apabila ditanya mengenai kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata pelajaran. Lebih khusus lagi diartikan sebagai halnya isi pelajaran. Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari penekanan pada isi menjadi lebih menekankan pada pengalaman belajar. Seperti definisi Doll yang lebih menekankan pengalaman siswa, menunjukkan adanya perubahan-perubahan dari isi kepada proses, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas.
    J. Galen dan William M. Alexander mengemukakan arti kurikulum sebagai berikut “The Curriculum is the sum total of school’s efforts to influence learning whether in the classroom, on the playground, or out af school.” Jadi menerut mereka adalah segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang belajar, di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk dari bagian kuikulum, yang meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.
    Seperti halnya Saylor dan Alexsander, Harold B. Albertycs dalam bukunya Reorganizing the High-School Curriculum (1965). Kurikulum tidak hanya terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan di luar kelas, yang berada dibawah tanggung jawab sekolah.
    Dari definisi yang telah dikemukakan di atas, tidak semua praktisi pendidikan dan ahli kurikulum menganut pendidrian yan begitu luas. Hilda Taba berpendapat bahwa definisi yang terlampau luas mengaburkan pengertian kurikulum sehingga menghalangi pemikiran dan pengolahan yang tajam tentang kurikulum. Oleh karena itu Taba memilih posisi yang tidak terlampau luas dan tidak pula terlampau sempit, sebab definisi yan terlampau sempit tidak lagi diterima oleh sekolah modern. Dia menambakan, bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam masyarakatnya.
    Sedangkan menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidang studi, kurikulum dalam pandangan modern adalah semua yang secara nyata terjadi dalam proses dalam pendidikan yang terjadi di sekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang actual, yang nyata, yaitu yang actual terjadi di sekolah dalam proses belajar. Lebih tegasnya lagi menurut pendidikan modern bahwa semua pengalaman belajar ialah kurikulum.
    Melalui penjelasan diatas kita memiliki beberapa teori mengenai kurikulum, yang memberikan makna yang fungsional terhadap serangkaian hal yang mencakup kurikulum itu sendiri. Adapun dari definisi yang telah ada kurikulum membentuk suatu konsep yang menyatakan kurikulum sebagai substansi, sebagai system, dan sebagai bidang studi;
  1. Kosep kurikulum sebagai substansi, yaitu sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai.
  2. Konsep kurikulum sebagai suatu system, yaitu system kurikulum. System kurikulum merupakan bagian dari system pengolahan, system pendidikan, bahkan system masyarakat. Hasil dari system kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari system kurikulum adalah bagaimana memalihara kurikulum agar tetap berjalan secara dinamis.
  3. Konsep kurikulum sebagai suatu bisang studi, yaitu bidang studi kurikulum. Kurikulum dalam bidang studi bertujuan mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan openelitian dan percobaan, diharapkan menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
    Lain dari pada itu, Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Pendidikan Islam (2007, h. 54) menegaskan bila tujuan hidup kita ternyata banyak melenceng dalam pencapaiannya, maka kita harus segera merevisi kurikulum yang kita tempuh tersebut. Dalam pengertian ini, kurikulum adalah alat atau jalan untuk mencapai tujuan pendidikan, yang juga merupakan tujuan hidup kita.
Berdasarkan uraiaan diatas dapat diketahui bahwa suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas komponen-komponen. Yang mana setiap komponen tersebut sebenarnya saling berkaitan, bahkan masing-masing merupakan bagian integral dari kurikulum tersebut.


Kurikulum Pendidikan Islam
    Kurikulum pendidikan Islam berbeda-beda isinya menurut kondisi dan situasi perkembangan agama Islam, karena kaum muslimin berada di dalam lingkungan dan negeri yang berbeda-beda pula. Namun demikian, mereka tetap sepakat menjadikan kitab suci Al-Qur’an sebagai sumber pokok ilmu-ilmu agana dan ilmu umum.
Dalam kaitannya dengan kurikulum tersebut, Ibnu Khaldun menjelaskan mengenai kesepakatan Negara-negara Islam terhadap tujuan pendidikan, yakni Al-Qur’an tetap sebagai pedomannya, ia menyatakan “Sesungguhnya tujuan pendidikan yang bersumberkan Al-Qur’an adalah untuk mencapai tujuan pembentukan akidah/keimanan yang mendalam dan menumbuhkan dasar-dasar akhlak al-karimah melalui jalan agama yang diturunkan untuk mendidik jiwa manusia serta menegakkan akhlak yang membangkitkan kepada perbuatan yang baik.
    Al-Qur’an dan hadist bukanlah buku sains, buku filsafat, atau buku mistik, melainkan berisi pokok-pokok ajaran. Maka dari pada itu, jika kita mencari teori kurikulum di dalamnya, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Berdasarkan Al-Qur’an dan hadist tersebut, para praktisi pendidikan muslim menyusun wawasan mereka tentang kurikulum. Namun agaknya hingga saat ini para praktisi pendidikan Islam belum menulis teori kuriklulum secara rinci dan sistematik sebagaimana yang telah dilakukan oleh penulis Barat. Akan tetapi, sekali lagi hal tersebut bukan berarti para ahli Muslim tersebut tidak memilii wawasan sama sekali mengenai kurikulum. Dikatakan demikian karena jelas ketika nereka menyusun program pendidiakn untuk sekolah yang mereka dirikan, kita dapati susunan mata pelajaran serta kegiatan yang mengambarkan wawasan mereka tentang kurikulum.
    Dalam pendidikan Islam itusndirir terdapat dua macam kurikulum yaitu, kurikulum khusus untuk pengajaran permulaan (dasar) dan kurikulum untuk pengajaran tingkat tinggi:
1. Kurikulum Ibtidai (Tingkat Dasar)
    Secara umum telah diperkenalkan di seluruh Negara Islam bahwa ajaran Al-Qur’an dan Hadits Nabi merupakan dua materi pelajaran pokok, namun di Negara-negara Islam tersebut tentunya tidak harus sama dalam memprogramkan kedua meteri pokok tersenut kedalam kurikulum, sebab disesuaikan dengan kondisi dan dituasi masing-masing Negara, yang pada umumnya berbeda mahdzhab dan sudut pandang mengenai kurikulum tersebut.
    Mengenai penyebutan nama kurikulum ibtidai (tingkat dasar) berdasarkan atas dimulainya pendidikan anak yang sdang tumbuh, kemudian berprosws pada tingkat murabahah (usia dimana anak telah mampu berfikir). Pendidikan ini telah mencakup pada pendidikan kanak-kanak dan mnurabahah.
2. Kurikulum Tingkat Atas
    Kurikulum tingkat atas ini berisi ilmu pengetahuan yang benyak jenisnya untuk dikembangkan dan didalami secara khusus. Dalam hal ini Ibnu Khaldun membagi jenis-jenis ilmu pengetahuan menjadi dua jenis ilmu yang dijadikan bahan penlajaran.
  • Ilmu pengetahuan yang mengandung nilai instrinstik (mengandung nilai aslinya). Ilmu-ilmu ini terdiri dari ilmu fiqih, tafsir, hadits, ilmu kalam, ilmu ketauhidan, dan ilmu agama yang lainnya.
  • Ilmu pengetahuan yang tidak bersifat instrinstik (ekstrinstik; yang nilainya tergantung dari luar). Yaitu ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai alat untuk mendalami ilmu-ilmu tersebut diatas seperti bahasa arab, ilmu hitung, dan ilmu mantiq (logika).
    Dalam hal ini para ahli pendidikan berpendapat bahwa memperluas pengajaran ilmu-ilmu tingkat pertama sampai pas pengananlisaan problem-problemnya, merupakan kewajiban mutlak bagi mereka agar ilmu-ilmu tersebut benar-benar berfuntsi dikalangan masyarakat luas.
    Hal diatas berdasarkan sejarah dimulai ketika beberapa orang masuk Islam, Nabi menyediakan rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam sebagai tempat pengajaran. Ini merupakan tempat pendidikan pertama dalam Islam. Di sana Nabi mengajarkan pokok-pokok ajaran agama Islam, membacakan wahyu, dan sembahyang (ketika itu belum lima waktu). Selain itu Nabi jugamengajarkan ajaran agama Islam dirumahnya sendiri. Jadi, dari uraian sejarah tersebut dapat kita garis bawahi bahwa kurikulum pendidikan yang diberikan Nabi selama di Mekkah ialah al-Qur’an. Namun demikian, konsep kurikulum pendidikan Nabi pada masa itu hingga berakhirnya periode Mekkah belum komprehensif. Maka hendaknya kita melihat setelah itu yakni periode Madinah dan seterusnya, dimana setelah Nabi dan para sahabat hijrah ke Madinah, usaha Nabi ialah mendirikan majid. Hal ini sangat penting karena masjid ini tidak hanya digunakan sebagai tempat shalat, tetapi juga sebagai tempat pendidikan.
    Dari pengajaran yang diterapkan Nabi dan para sahabat, menghasilkan atu kesimpulan bahwa apa yang telah diajarkan menjurus pada pendidikan akhlak, hal tersebut sebagaimana hadits Nabi “innama bu’itstu li utammima makarimal akhlak”, yakni untuk menyempurnakan akhlak. Adapun pendidikan akhlak adalah pusat yang di sekelilingnya berputar program dan kurikulum pendidikan Islam.
    Yang dimaksud akhlak disini ialah bahwa manusia berkelakuan dalam kehidupannya sesuai dengan kemanusiaannya, yaitu kedudukan mulia yang diberikan Allah kepadanya melebihi makhluk-makhluk yang lain, dan oleh karenanya ia diangkat sebagai khalifah. Daripada itu maka ilmu adalah jalan kearah pendidikan akhlak dan untuk sampai kepada khlifah tersebut. Dengan syarat bukanlah ilmu yang bersifat teoritis, tetapi ilmu yang bersifat praktis yang harus diterjemahkan kedalam kenyataan yang hidup yang menerapkan ketinggian akhlak bagi individu, perpadu dan interdependen bagi kumpulan, kemajuan peradaban yang continue.
    Disiplin ilmu yang banyak tersebut tidaklah sama kategorinya dalam pandangan Islam, sebab Islam sendiri memiliki kategori tersendiri untuk memilah dan menentukannya. Kategori pertama adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an dan hadits. Disiplin-disiplin ini sering disebut sebagai ilmu religious atau ilmu agama atau ilmu tradisuional, akan tetapi penamaan tersebut kurang tepat, lebih tepatnya mengunakan istilah ilmu-ilmu esensial. Penamaan tersebut karena menjelaskan bahwa ilmu-ilmu tersebut mengandung nilai-nilai esensial dalam Islam. kedua adalah pengetahuan yang mempelajari manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Yang termasuk disini adalah ilmu-ilmu jiwa, sosiologi, sejarah dan sebagainya. Ketiga ialah ilmu-ilmu mengenai benda atau alam, yaitu biologi, astronomi, ilmu bumi dan lain-lain.
    Sejarah pendidikan Islam yang panjang itu menunjukkan bahwa keseimbangan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia terdapat pada zaman-zaman kekuatan dan kegemilangan Islam. Keseimbangan ini tidaklah hilangan kecuali pada zaman kelemahan. Jadi dengan adanya keseimbangan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia dalam kurikulum pendidikan dalam Islam, maka ada pemusatan atau spesialisasi pada sebagian ilmu sesuai dengan periode perkembangan, sesuai dengan tingkat pendidikan, sesuai dengan spesialisasi sempit pada tingkat pendidikan tinggi, di masjid-masjid dan di rumah-rumah.
    Secara umum, kurikulum pendidikan dalam Islam bersifat fungsional, tujuannya mengeluarkan dan membentuk menusia muslim, mengenal agama dan Tuhannya, berakhlak Al-Qur’an, tetapi juga mengeluarkan manusia yang mengenal kehidupan, danggup menikmati kehidupan yang mulia, dalam masyarakat bebas dan mulia, sanggup member dan membina masyarakat dan mendorong dan mengembangkan kehidupannya, berdasarkan pekerjaan tertentu yang dikuasainya.
    Itulah kurikulum pendidikan formal dalam Islam yang sekaligus mewakili garis-garis besar kurikulum pendidiakn non-formal, yang biasanya lebih berpengaruh, lebih dinamis, dan lebih penting dari lembaga-lembaga pendidikan formal.
    Melalui penjelasan diatas, bahwa yang mendasari tujuan pendidikan Islam dari segala tingkat dan jenis berintikan akhlakul karimah dan keimanan, maka seluruh mata pelajaran dan kegiatan belajar haruslah bertolah dari dan menuju keimanan kepada Allah swt. Dengan begitu maka kesatuan pengalaman siswa akan terbentuk, dan kesatuan pengalam itu dikendalikan oleh otoritas dan kekuasaan Allah swt. Jadi, inti kurikulum adalah kehendak Allah. Sehingga kesatuan pengetahuan dan pengalaman akan berpusat pada Allah, pengaturanb kehidupan akan sesuai dengan kehendak Allah. Dalam keadaan seperti itu, manusia akan mampu menempati posisinbya sebagai kholifah Allah swt yang memiliki otoritas tak terbatas dalam mengatur alam ini.
    Kerangka kurikulum pendidikan Islam diatas merupakan kerangka kurikulum yang umum, dapat dijadikan dan hendaknya menjadi acuan oleh orang-orang Islam sendiri dalam mendesain kurikulum di sekolah, di rumah, dan di masyarkat. Kerangka tersebut sebagai mana diterangkan diatas yakni meliputi tujuan, isi kurikulum (materi), metode, dan evaluasi.
    Jika di sekolah, kursus tertentu, dan kegiatan-kegian pembelajaran yang lainnya tidak diterapkan konsep komprehensif secara seimbang dalam prosentasi, tetapi biasanya menekankan pada hal-hal tertentu. Maka perumusan pada lembaga-lembaga pendidikan Islam hendaknya berdasarkan tujuan pada penguasaan ilmu-ilmu agama, dengan tidak melalaikan ilmu-ilmu yang lain. Begitu juga mengenai unsure-unsur dasar manusia hendaknya terpenuhi semua, baik dari segi jasmani, rohani dan akal.

Sumber:
Al-Jumbulati, Ali, Abdul Fatah At-Tuwaanisi. Perbandingan Pendidikan Islam. Alih bahasa H.M. Arifin. Jakarta, Rineka Cipta. 2002.
Arifin, H.M. Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta, Bumi Aksara. 1996.
Basuki, M. Miftahul Ulum. Pengantar Pendidikan Islam. Ponorogo, STAIN Po Press. 2008.
Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta, Pustaka Al-Husna. 1988.
Nasution, S. Asas-asas Kurikulum. Jakarta, Bumi Aksara. 2005.
Salim, Agus. Dkk. Indonesia Belajarlah! Membangun pendidikan Indonesia. Yogyakarta, Tiara Wacana dan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. 2007.
Sukmadinata, Nana Syaoqi. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung, Rosda. 2008.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pndidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung, Rosda. 2007.
Baca Juga :