Drs Josephus Ignatius Gerardus

Nama lengkapnya Drs Josephus Ignatius Gerardus Maria Drost SJ. Lahir di Jakarta 1 Agustus 1925. Seorang tokoh pendidikan Indonesia yang sering melontarkan pandangan baru dan autokritik tentang pendidikan. Hari Sabtu 19 Februari 2005 sekitar pukul 16.15, tokoh yang hampir sepanjang hayat mengabdikan diri pada dunia pendidikan, ini meninggal dunia di Rumah Sakit Elisabeth Semarang, Jawa Tengah, dalam usia 80 tahun. Dimakamkan pada hari Senin 21 Februari 2005 di Makam Jesuit Girisonta pukul 11.00, setelah Misa Requim di Kapel Girisonta pukul 10.00.
Pendidik ulung ini meninggal karena sakit prostat. Sebelumnya, dia pernah menderita sakit jantung. Tokoh pendidik dan pembelajar itu banyak memberikan sumbangan pemikiran dalam pembaharuan dunia pendidikan Indonesia. Pemikirannya selalu segar dan bermakna demi kemajuan pendidikan Indonesia.
Pandang dan gagasan seringkali berbeda dan bermakna autokritik tentang pendidikan Indonesia. Namun dia menyampaikannya sedemikian rupa sehingga sama sekali tidak menimbulkan pertentangan atau benturan pandangan dengan pendapat orang lain. Sungguh Indonesia kehilangan seorang tokoh yang sejak muda selalu peduli terhadap dunia pendidikan.
Pater yang sempat mendalami filsafat di Yogyakarta pada tahun 1952, ini seorang tokoh pendidik yang berorientasi pelayanan. Lulusan sarjana fisika di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1957, ini tak memandang tinggi-rendahnya jabatan dalam tugas pengabdian dan pelayannya. Alumni Teologia Yogyakarta (lulus tahun 1961), ini tak merasa sungkan dan turun pangkat ketika ditugaskan menjadi Kepala SMA Kanisius Jakarta pada tahun 1976-1987.
Padahal sebelumnya dia sudah menjabat Rektor IKIP Sanata Dharma (kini menjadi UniversitasSanata Dharma) Yogyakarta (1964-1967), yang dijabatnya setelah sebelumnya menjabat Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan di IKIP Sanata Dharma Yogyakarta (1962-1964). Tahun 1987-1991, ia menjabat Kepala SMA Gonzaga Jakarta dan sekaligus Rektor Kolese Gonzaga pada tahun 1987.
Belakangan ini dia tinggal di Wisma Emaus Pasturan Girisonta, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Di sini, dia menerjemahkan buku asing yang diterbitkan untuk kalangan Serikat Jesus.

Keterampilan dan Kurikulum
Setelah pemerintah menutup beberapa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Kejuruan, J Drost SJ melontarkan betapa perlunya membuka kembali SLTP khusus keterampilan itu guna mengakomodir kebutuhan lulusan Sekolah Dasar (SD) yang tak cukup pintar untuk melanjutkan ke SLTP.
Menurutnya, SLTP sekarang ini untuk semua anak, baik anak unggul atau anak biasa. Di desa banyak anak yang tidak bisa sekolah ke SLTP umum. SLTP keterampilan ini untuk anak-anak SD yang tak cukup pintar atau tidak sanggup ke SLTP umum. Apalagi sekarang ada program wajib belajar sembilan tahun.
Begitu pula mengenai kurikulum Sekolah Menengah Umum (SMU), Drost beberapa kali mengingatkan bahwa kurikulum SMU sekarang ini hanya untuk anak-anak unggul. Dia melihat kurikulum untuk anak-anak unggul ini mengadaptasi model kurikulum di Eropa. Padahal, katanya, di Eropa diimbangi dengan adanya kurikulum khusus untuk anak-anak biasa yang jumlahnya mencapai 70 persen dari keseluruhan siswa SMU.
Tapi di Indonesia, anehnya, kurikulum untuk anak unggul dan biasa dicampur. Karena itu tidak usah heran bila sekolah-sekolah unggulan akan berhasil, sebaliknya sekolah biasa yang nonunggulan banyak yang gagal dalam EBTA atau UN.
Drost memandang perlu kurikulum SMU yang ada saat ini lebih diperingan untuk anak-anak biasa, terutama untuk pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) dan matematika. Jika dipaksakan hasil evaluasi belajar tahap akhir (EBTA) atau Ujian Nasional (UN) akan tetap jelek.
Mengenai pendidikan SD, menurut Drost, kurikulum yang sekarang ini sudah baik, tak perlu diubah lagi. Menurutnya, snak SD jangan diajarkan bahasa Inggris karena anak-anak pada usia itu hanya bisa belajar bahasa Inggris jika bahasa itu dipakai di rumah.
Baca Juga :